Kurikulum demi kurikulum berganti atau revisi. Pergantian atau revisi itu membawa perubahan baik perubahan yang sangat mendasar atau hanya perubahan yang tidak substansial.

Bagi guru hal semacam itu tidaklah mengherankan. Mengingat sistem pendidikan kita sudah mengalami beberapa perubahan. Kita pernah memberlakukan kurikulum 1984, 1994, 2004, KTSP 2006, K 2013 dan terakhir K 2013 Revisi.

Penerapan kurikulum itu mengubah beberapa penamaan dalam kegiatan pembelajaran salah satunya penamaan ujian. Di K 2013 Revisi sekarang kata 'ujian' diganti menjadi 'penilaian'.

Saya pernah bertanya pada fasiltator yang membimbing penerapan K 2013, hanya jawaban kurang memuaskan.

Maka, pada penerapan K 2013 istilah digunakan Penilaian Akhir Semester sebagai ganti Ujian Akhir Semester. Namun, tidak ada Penilaian Akhir Semester atau Ujian Akhir Semester dulunya. Yang ada adalah Penilaian Harian yang dulu Ulangan Harian.

Apatisme

Di akar rumput, banyak para guru yang mencibir fenomena ini. Nuansanya lebih pada sebel, jengkel, males dengan kurikulum dan kebijakan yang berganti-ganti namun minim substansial.

Seperti dulu SMP diganti SLTP dan kemudian balik lagi menjadi SMP. Begitu pula SMA menjadi SMU dan balik lagi SMA.

Sering muncul cibiran, 'ganti menteri ganti kebijakan' sebab faktanya begitu. Kebijakan tidak berkesinambungan yang dapat dijalankan secara berkelanjutan.

Tidak usah bingung

Guru tidak usah dipusingkan dengan hal tersebut. Ikuti saja apa kebijakan semampunya. "Kuat dilakoni, ra kuat tinggal ngopi".

Fokus saja dengan hal terpenting sebagsi guru yakni mengajar dan mendidik siswa. Urusan administrasi memang penting tapi itu tidak mengeliminasi peran utama guru. Selamat berkarya.